Journey over Destination
— Med — 3 min read
Per yudisium periode II tahun 2024 yang dilangsungkan pada 28 Februari kemarin, aku dinyatakan berhak menyandang gelar sarjana kedokteran bersama 95 rekan satu program studi. Selain prodi kedokteran, terdapat 13 sarjana kebidanan, 3 sarjana psikologi, dan 2 sarjana ilmu biomedis yang juga disahkan. Berlokasi di aula Prof. dr. M. Syaaf Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, acara berlangsung khidmat dengan langkah pertama parade pada 09.05 WIB. Lelah yang sempat terasa di barisan seketika sirna dengan air-conditioning yang sejuk dari dalam ruangan—meski sebenarnya rasa lelah cenderung hilang seiring rasa haru yang meliputi senyum lebar tiap hadirin. Kami masuk sesuai nomor buku pokok yang diurutkan dari belakang. Hal ini bertujuan agar mahasiswa yang pertama kali masuk dapat langsung menempati barisan kursi yang paling belakang, termasuk aku. Aku duduk di antara Adit dan Rasya, kurang lebih di kursi tengah barisan paling belakang. Setelah semua peserta yudisium berada dalam ruangan, stakeholders FK Unand pun menyusul masuk.
Kami terlebih dahulu menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Almamaterku sebelum dipersilakan duduk oleh masters of ceremony. Kemudian, para peserta yudisium dipanggil satu per satu oleh sekretaris atau kepala program studi. Profil calon sarjana kedokteran dipanggil oleh kepala program studi kami, dr. Firdawati, M.Kes, Ph.D. Tidak lupa Indeks Prestasi Kumulatif juga beliau sebutkan sebagai hasil perjuangan panjang selama berkuliah. Setelah dinyatakan lulus, kami dipasangkan selempang bertuliskan "Sarjana Kedokteran" oleh Dekan FK Unand, Prof. Dr. dr. Afriwardi, S.H., Sp.KO., M.A, dan Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Dr. dr. Efrida, Sp.PK(K), M.Kes. Tak lupa sedikit obrolan dan gurauan ringan beliau sampaikan ketika memasangkan selempang. Setelah kembali berada di kursi masing-masing, kami mengucapkan janji dokter muda yang dipimpin oleh Habib. Gemuruh suara peserta yudisium yang tidak sedikit memenuhi ruang aula. Terdengar semangat yang begitu tinggi dari lantangnya suara tiap calon dokter di sekelilingku. Lalu, penghargaan oleh fakultas diberikan pada mahasiswa berprestasi berdasarkan IPK dan mahasiswa yang aktif berorganisasi atau mengikuti lomba. Acara dilanjutkan oleh sambutan Komite Koordinasi Pendidikan (Komkordik) RSUP Dr. M. Djamil Padang, Dr. dr. Daan Khambri, Sp.B (K)Onk, dan Dekan FK Unand sebelum menyanyikan lagu Padamu Negeri dan Mars FK Unand sebagai penutup acara. Selama yudisium, interaksi dengan Adit cukup menghibur dan menghabiskan waktu dengan gelak tawa kami yang entah menertawakan apa saat itu.
Acara ditutup dengan foto bersama. Lalu dilanjutkan dengan sesi foto pribadi yang sepertinya tidak akan usai dalam waktu singkat. Setiap mahasiswa berupaya mengabadikan milestone ini dengan penampilan dan riasan terbaik. Di luar gedung, terdapat sesi foto tiap lima langkah atau bahkan kurang bersama keluarga, teman, kakak/adik tingkat, atau asosiasi UKM yang diikuti sebelumnya, tak sedikit dengan properti bunga, makanan, minuman, bahkan papan ucapan.
Sempat terlintas bahwa momen hari itu "hanyalah prosesi kelulusan dan kelayakan sebagai sarjana". Gelar ini akan kami perjuangkan lebih lanjut untuk dikonversikan menjadi dua huruf gelar profesi, harapannya dalam dua tahun. Jadi, apakah momen ini terlalu sepele untuk dirayakan? Prosesi foto, publikasi di media sosial, dan bercandaan "sarjana" hanya akan bertahan paling lama satu bulan. Setelahnya, kehidupan kembali berlanjut seperti sebelumnya.
Sarjana kedokteran hanya menandakan bahwa seseorang telah melalui semua mata kuliah yang ada pada program sarjana dan layak lulus. Terlepas dari pelaksanaan yudisium yang terasa sangat sakral, cerita yang dikenang mengenai preklinik akan jauh lebih dari itu. Ke depannya yudisium sarjana akan menjadi rangkaian cerita yang sama pentingnya dengan cerita lain, bahkan sepertinya tidak akan dikenang sesering itu. Mulai dari adaptasi kuliah secara daring hingga pengurusan berkas nilai skripsi dan persyaratan yudisium yang seakan tidak berjeda. Mengenang prosesi yudisium tiada artinya dibandingkan kebersamaan yang telah dilalui dalam 3 tahun 6 bulan ke belakang.
It's never about the destination, it has always been the journey.